- Islam Tidak Menyadur, Tetapi Meluruskan
Islam tidak menyadur atau menyalin dari kitab sebelumnya, tetapi mengoreksi dan meluruskan distorsi yang terjadi dalam kitab-kitab terdahulu. Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai kitab terakhir yang membenarkan wahyu sebelumnya dan sekaligus menjadi penyempurna.
Allah berfirman:
“Dan Kami telah menurunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu.” (QS. Al-Ma’idah: 48)
Dalam ayat ini, Al-Qur’an disebut sebagai “mushayminan” yang berarti penguji dan pelurus kitab sebelumnya, bukan hasil saduran.
Hadits Nabi juga menegaskan bahwa kitab-kitab sebelumnya telah mengalami perubahan:
“Janganlah kalian membenarkan Ahli Kitab dan jangan pula mendustakan mereka. Tetapi katakanlah, ‘Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang telah diturunkan kepada kami dan kepada apa yang telah diturunkan kepada kalian.’” (HR. Bukhari no. 4485).
Hadits ini menunjukkan bahwa Islam mengakui bahwa wahyu Allah pernah diturunkan kepada kaum sebelumnya, tetapi tidak semuanya tetap asli.
- Nama-Nama Nabi dalam Islam dan Yahudi-Kristen Bukan Bukti Saduran
Perbedaan nama-nama nabi dalam Islam dengan versi Yahudi-Kristen bukan berarti Islam menyalin, melainkan karena:
• Bahasa yang Berbeda → Nama-nama nabi dalam Perjanjian Lama tertulis dalam bahasa Ibrani atau Aram, sementara dalam Islam, Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab (QS. Yusuf: 2).
• Penyebutan yang Sesuai dengan Lidah Arab → Seperti halnya nama-nama yang berubah dalam berbagai bahasa, misalnya Jesus dalam bahasa Inggris disebut Yesus dalam bahasa Indonesia, Yeshua dalam bahasa Ibrani, dan Isa dalam bahasa Arab.
Bahkan, dalam Perjanjian Lama dan Baru sendiri ada variasi nama:
• Abraham (Ibrani) → Avraham
• Yesus (Yunani: Iesous) → Yeshua (Ibrani)
• Salomo (Latin) → Sulaiman (Arab)
Jadi, perubahan nama ini bukan bukti Islam menyalin, melainkan wajar dalam perbedaan bahasa dan budaya.
- Penggunaan “AS” untuk Para Nabi
Gelar “Alaihis Salam” (AS) diberikan kepada para nabi dalam Islam sebagai bentuk penghormatan. Hanya karena Alkitab tidak menggunakan istilah ini, bukan berarti Islam menyalin dari Alkitab.
Dalam Islam, para nabi dihormati dengan doa salam, sebagaimana Allah memerintahkan dalam Al-Qur’an:
“Salam sejahtera bagi para rasul.” (QS. Ash-Shaffat: 181)
Dan Rasulullah ﷺ bersabda:
“Para nabi itu adalah saudara seayah, ibu mereka berbeda, tetapi agama mereka satu.” (HR. Bukhari No. 3443, Muslim No. 2365)
Islam mengajarkan bahwa semua nabi diutus membawa agama tauhid (Islam), tetapi ajaran mereka mengalami penyimpangan oleh manusia.
- Islam Muncul Sebagai Penyempurna Agama Sebelumnya
Islam bukan agama baru yang muncul di abad ke-7, tetapi kelanjutan agama tauhid yang dibawa oleh para nabi sejak Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, hingga Isa.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran: 19)
Dan Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
“Aku lebih berhak terhadap Isa daripada kalian, karena tidak ada nabi antara aku dan dia. Dan para nabi adalah bersaudara seayah, agama mereka satu.” (HR. Bukhari No. 3443, Muslim No. 2365)
Jadi, Islam bukan meniru atau menyadur, tetapi menyempurnakan agama tauhid yang telah ada sebelumnya.
Kesimpulan
- Islam tidak menyalin Alkitab, tetapi mengoreksi dan menyempurnakan wahyu sebelumnya yang telah mengalami perubahan.
- Nama-nama nabi yang berbeda disebabkan oleh perbedaan bahasa, bukan karena Islam menyadur.
- Penggunaan gelar “AS” adalah bentuk penghormatan Islam kepada para nabi, sesuai dengan ajaran Islam.
- Islam bukan agama baru di abad ke-7, tetapi kelanjutan dari agama tauhid yang dibawa oleh para nabi sebelumnya.
Jadi, klaim bahwa Islam hanya menyadur dari agama sebelumnya adalah tidak benar, karena Al-Qur’an sendiri menegaskan bahwa ia adalah wahyu terakhir yang menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya.