I. Apakah Neraka di Islam Sebatas Ancaman Ketakutan?
Saya jawab:
Dalam Islam, neraka bukan dibuat untuk menakut-nakuti, tapi sebagai peringatan yang adil (إنذار) terhadap pilihan buruk manusia yang membangkang terhadap petunjuk ilahi.
“Sesungguhnya Kami telah menunjukkan jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.”
(QS Al-Insan: 3)
“Kami tidak menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.”
(QS An-Nahl: 118)
Neraka bukanlah alat sadis, tetapi bagian dari keadilan Allah. Tanpa neraka, maka keadilan untuk kejahatan, penindasan, pembunuhan, pemerkosaan, penindas rezim dan pelaku kekejaman tidak akan ada. Di mana letak kasih jika pelaku kejahatan tidak mendapatkan balasan?
Yesus dalam Injil pun menyebut neraka lebih dari 70 kali, bahkan menyebutnya dengan istilah “api yang tak terpadamkan” (Markus 9:43).
II. Apakah Konsep Takut kepada Tuhan Merusak Jiwa?
Saya jawab:
Takut kepada Allah dalam Islam bukanlah ketakutan destruktif, melainkan takut penuh harap (khauf dan raja’), seperti takut mengecewakan orang tua atau guru yang sangat kita hormati. Bahkan Allah menyebut kasih sayang-Nya lebih besar dari murka-Nya.
“Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.”
(QS Al-A’raf: 156)
Hadis Qudsi:
“Sesungguhnya rahmat-Ku lebih besar dari murka-Ku.”
(HR. Bukhari, Muslim)
Dalam psikologi spiritual, ketakutan yang dikombinasikan dengan harapan justru menumbuhkan kehati-hatian dan moralitas tinggi, bukan kerusakan jiwa. Itulah sebabnya Islam mendorong ihsan — “beribadah seakan-akan engkau melihat Allah”.
III. Apakah Neraka Harus Dipahami Simbolis?
Saya jawab:
Islam menerima makna simbolis, tapi bukan menggugurkan realitasnya. Neraka dalam Islam memiliki unsur metaforis dan fisik. Bahwa manusia merasakan “api siksaan” sesuai konsekuensi amal buruk.
“Pada hari itu tidak ada seorang pun yang dapat menyiksa seperti siksaan-Nya.”
(QS Al-Fajr: 25)
Namun, tafsir-tafsir klasik dan kontemporer seperti Al-Ghazali, Ibn Qayyim, dan Muhammad Abduh juga menegaskan bahwa sebagian gambaran neraka bisa bersifat penggambaran agar manusia benar-benar waspada, bukan ketakutan buta.
IV. Apakah Tuhan Hanya Hakim Penghukum?
Saya jawab:
Islam mengajarkan Allah dengan dua sifat utama: Ar-Rahman (Maha Pengasih) dan Ar-Rahim (Maha Penyayang). Bahkan surat pertama dalam Qur’an (Al-Fatihah) menempatkan dua nama ini paling awal.
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Pengampun lagi mempunyai rahmat.”
(QS Al-Kahfi: 58)
Neraka adalah ekspresi keadilan. Tanpa neraka, penghargaan terhadap amal kebaikan dan hukuman bagi pelaku kezaliman akan lenyap. Sama seperti hukum pidana di dunia bukanlah sadisme negara, tapi bagian dari keadilan sosial.
V. Apa Bedanya dengan Konsep Neraka di Injil dan Taurat?
Saya jawab:
Konsep neraka juga ada dalam Yudaisme dan Kekristenan:
“Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal.”
(Matius 25:46)
“Api dan belerang akan menjadi bagian mereka.”
(Wahyu 21:8)
Bahkan dalam Taurat:
“Sebab api telah dinyalakan dalam murka-Ku, dan akan membakar sampai ke dunia orang mati yang paling bawah.”
(Ulangan 32:22)
Jadi, tidak benar bahwa hanya Islam yang memperkenalkan konsep “ancaman neraka”.
VI. Apa Solusi Islam agar Tidak Hidup dalam Ketakutan?
Saya jawab:
Tawakal & Cinta – Islam mengajarkan bahwa manusia berharap pada rahmat-Nya dan tidak putus asa.
“Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.” (QS Az-Zumar: 53) Ilmu dan Tadabbur – Islam sangat mendorong untuk berpikir kritis dan berilmu.
“Apakah sama orang yang mengetahui dengan yang tidak mengetahui?” (QS Az-Zumar: 9) Peningkatan Ihsan & Empati – Islam bukan agama ketakutan, tapi agama cinta kasih dan perbaikan sosial.
“Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiya: 107)
VII. Ilmiahkah Gagasan tentang Neraka?
Saya jawab:
Secara ilmiah, ide tentang “akibat psikologis atau balasan moral” atas perbuatan manusia bisa ditemukan dalam berbagai budaya dan filsafat etika. Bahkan Carl Jung dan Viktor Frankl mengakui bahwa konsep dosa dan penebusan adalah archetype kesadaran spiritual universal, bukan sekadar doktrin agama.
VIII. Penutup
Mengkritik agama tidak salah. Tapi menggantikan Tuhan Yang Maha Adil menjadi manusia yang merasa lebih bijak dari Tuhan, itu adalah bentuk arogansi spiritual. Islam mengajarkan cinta dan keadilan berjalan beriringan, bukan saling meniadakan.