
“Moralitas Tanpa Tuhan? Mengungkap Asal-Usul Hukum Moral Universal”
Pendahuluan
Dalam setiap budaya, di setiap zaman, terdapat aturan moral yang serupa: membunuh itu salah, mencuri itu jahat, menolong sesama itu mulia. Bahkan masyarakat yang tidak saling mengenal dari belahan dunia yang berbeda pun memiliki kesamaan nilai-nilai moral. Pertanyaannya: Jika tidak ada Tuhan, dari mana asal usul hukum moral yang bersifat universal ini? Apakah moral hanyalah hasil konstruksi sosial? Atau adakah sumber moral yang lebih tinggi?
A. Argumen Logis: Moralitas Tidak Mungkin Berdiri Sendiri
Jika tidak ada Tuhan, maka tidak ada standar objektif untuk benar dan salah. Tanpa Pencipta, nilai moral hanyalah hasil kesepakatan bersama yang bisa berubah tergantung kondisi dan mayoritas masyarakat. Namun dalam kenyataannya, manusia memiliki hati nurani. Bahkan anak kecil tahu bahwa menyakiti orang lain adalah salah. Ini menunjukkan bahwa moralitas bukan hanya dipelajari, tapi ditanamkan dalam jiwa manusia.
B. Perspektif Islam: Sumber Moral adalah Allah
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.”
(QS. Asy-Syams: 7–8)
Al-Qur’an menjelaskan bahwa Allah-lah yang menanamkan kesadaran moral (fitrah) dalam jiwa manusia. Maka ketika manusia berbuat zalim, hatinya tetap merasa bersalah. Inilah sebabnya nilai moral bersifat universal, karena asalnya dari Tuhan yang Esa.
C. Perspektif Ilmiah dan Filosofis
Filsuf Ateistik Bertrand Russell Ia mengakui bahwa tanpa Tuhan, mustahil memiliki dasar moral objektif. Maka pada akhirnya, semua moral hanyalah “preferensi pribadi”. Studi Neurosains Modern Ilmuwan menemukan bahwa otak manusia memiliki sistem empati dan keadilan yang tertanam (moral brain). Tapi mereka belum bisa menjelaskan mengapa sistem itu ada, dan mengapa moral tertentu dianggap baik secara universal.
D. Perbandingan Dengan Moral Relativisme
Tanpa Tuhan:
Tidak ada benar dan salah yang mutlak. Perbudakan bisa dibenarkan di masa lalu, dan tidak ada yang bisa menilainya salah. Genosida, aborsi, dan diskriminasi bisa saja dibenarkan jika disepakati secara mayoritas.
Dengan keberadaan Tuhan:
Ada standar moral mutlak yang tidak tergantung pada opini manusia. Setiap jiwa akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Moral tidak berubah hanya karena tekanan budaya atau politik.
E. Pendekatan kepada Ateis
Pertanyaan yang bisa diajukan :
Jika tidak ada Tuhan, mengapa kamu menganggap kejahatan itu “salah”? Dari mana kamu tahu bahwa menolong orang lain adalah “baik”? Jika hukum moral hanya buatan manusia, kenapa kamu marah saat melihat ketidakadilan?
F. Kesimpulan
Hukum moral yang bersifat universal tidak masuk akal jika tidak ada sumber moral yang absolut. Tuhan-lah sumber kebaikan, keadilan, dan hati nurani. Islam menjelaskan bahwa setiap manusia dilahirkan dengan fitrah—kesadaran akan benar dan salah. Maka jalan menuju Tuhan bukan hanya lewat logika atau wahyu, tapi juga lewat nurani.
Ayat Penutup:
“Bukanlah Kami telah menjadikan untuknya dua mata, satu lidah dan dua bibir, dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan?”
(QS. Al-Balad: 8–10)