Saya Jawab berdasarkan sudut pandang Islam:
✦ 1. Klaim ‘Kubur Kosong’ dan Kebangkitan:
Al-Qur’an menolak bahwa Yesus mati disalib apalagi bangkit dari kematian.
QS An-Nisa’ 4:157–158:
“…mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, melainkan (yang mereka bunuh adalah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka… Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya.”
Penjelasan:
Dalam pandangan Islam, Yesus (Isa al-Masih) tidak dibunuh dan tidak disalib, melainkan diselamatkan dan diangkat Allah ke langit. Maka klaim kebangkitan dari kematian tidak relevan, karena menurut Islam, tidak ada kematian fisik sebelumnya.
2. Kesaksian Murid & Penampakan Yesus:
Dalam studi sejarah dan psikologi, penglihatan terhadap orang yang telah mati bisa dijelaskan dengan:
Halusinasi massal karena tekanan emosional tinggi. Delusi dalam kondisi berduka. Efek trauma kolektif yang memunculkan pengalaman transendental.
Ilmiah:
Dr. Gary Habermas (meskipun Kristen) mengakui bahwa bukti-bukti ini bersifat subjektif dan tak bisa diuji secara empiris. Ilmu psikologi menjelaskan gejala seperti “penglihatan akan orang mati” sebagai grief hallucination yang lumrah terjadi pada kehilangan mendalam.
Maka, dari sisi Islam dan ilmiah: klaim penampakan Yesus tidak membuktikan kebangkitan, apalagi keilahian.
3. Murid Berubah Jadi Berani?
Argumen ini bersifat sosiologis, bukan bukti kebangkitan.
Banyak ideologi dan pemimpin yang diikuti oleh para pengikut fanatik yang rela mati, misalnya: Murid-murid Buddha, Socrates, bahkan ideologi seperti Komunisme. Dalam sejarah Islam: para sahabat Nabi Muhammad ﷺ juga rela mati — padahal bukan karena melihat kebangkitan fisik beliau, tapi karena iman terhadap wahyu dan risalahnya.
Artinya: kesediaan mati bukan bukti objektif bahwa peristiwa itu benar-benar terjadi.
4. Klaim Historis Para Apologet Kristen:
Sumber-sumber historis utama adalah kitab Perjanjian Baru, yang:
Ditulis puluhan tahun setelah peristiwa (±40–70 M). Tidak ditulis langsung oleh saksi mata (Markus, Lukas bukan murid Yesus). Mengandung perbedaan dan kontradiksi dalam narasi kebangkitan: Siapa yang pertama ke kubur? (Markus 16 vs Yohanes 20) Apa yang mereka lihat? Malaikat, pemuda, Yesus?
Bahkan ilmuwan Kristen sendiri seperti Bart Ehrman (ahli Perjanjian Baru) mengakui:
“Kita tidak bisa membuktikan kebangkitan secara historis karena itu adalah klaim teologis, bukan historis.”
— Jesus: Apocalyptic Prophet of the New Millennium
5. Pengalaman Pribadi dengan Yesus sebagai Bukti?
Dari sudut pandang ilmiah:
Banyak pengikut agama lain juga merasakan pengalaman spiritual mendalam, termasuk Hindu, Buddha, bahkan penyembah roh leluhur. Pengalaman religius subjektif tidak bisa menjadi patokan objektif untuk kebenaran teologis.
Maka, dalam Islam, kebenaran didasarkan pada wahyu dan akal sehat, bukan pengalaman emosional personal.
Dalil Tambahan dari Hadits:
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Isa tidak dibunuh, tidak disalib, namun akan turun kembali menjelang hari kiamat untuk membenarkan ajaran Islam dan menghancurkan salib.”
— (HR. Bukhari dan Muslim)
Jadi, kembalinya Isa di akhir zaman bukan untuk mengokohkan agama sebelumnya, tetapi untuk menyempurnakan dan menguatkan Islam.
Pandangan dari Kitab Suci Lain :
Perjanjian Lama pun tidak mengenal konsep Mesias yang mati dan bangkit.
Dalam Yesaya 53, Mesias digambarkan sebagai “hamba yang menderita”, tapi tafsir Yahudi menyatakan itu bukan tentang Yesus, melainkan simbol kolektif Israel.
Yohanes 20:17 — Yesus berkata setelah kebangkitannya:
“Aku naik kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu.”
Ini membuktikan bahwa Yesus sendiri mengakui Allah sebagai Tuhannya, bukan dirinya sebagai Tuhan.
Jadi?
Islam tidak menolak Yesus — bahkan memuliakannya sebagai Nabi agung. Namun:
Ia tidak disalib. Ia tidak mati, maka tidak bangkit. Ia tidak Tuhan, melainkan utusan Tuhan.
Pandangan bahwa Yesus bangkit adalah klaim teologis yang dibangun atas dasar iman Kristen, bukan kebenaran universal yang objektif.