Dalam Islam, hukum menggunakan barang atau makanan buatan negara non-Muslim (yang dalam istilah disebut kafir) tidak secara otomatis haram, melainkan tergantung pada beberapa pertimbangan syar’i. Berikut penjelasannya secara rinci:
1. Asal Hukum: Mubah (Boleh)
Dalam Islam, hukum asal dari segala sesuatu yang tidak berkaitan langsung dengan ibadah adalah mubah (boleh), kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
Kaedah Fiqh:
“Al-ashlu fil asy-yaa’ al-ibahah, illa maa dalla dalilun ‘ala tahrimihi”
Artinya: Hukum asal segala sesuatu adalah boleh, kecuali ada dalil yang menunjukkan keharamannya.
2. Hukum Menggunakan Produk Negara Non-Muslim
Diperbolehkan, jika:
Barang atau makanan itu halal secara zat dan proses. Tidak mengandung unsur haram (seperti babi, alkohol, daging yang tidak disembelih secara syar’i). Tidak secara langsung mendukung kezaliman atau memusuhi Islam secara nyata.
Haram, jika:
Produk tersebut mengandung unsur haram (babi, khamr, dll). Produk tersebut diproduksi dengan cara yang melanggar syariat, misalnya daging yang tidak disembelih dengan menyebut nama Allah. Produk itu secara langsung mendanai perang atau tindakan nyata melawan Islam.
3. Contoh:
Membeli handphone, kendaraan, pakaian, atau teknologi dari negara non-Muslim: boleh, selama tidak digunakan untuk maksiat. Makan makanan dari restoran luar negeri: boleh, selama bahannya halal dan prosesnya sesuai syariat. Menghindari produk dari negara yang secara terbuka memerangi Islam dan Muslim bisa menjadi bentuk solidaritas (boycott), dan hal ini dianjurkan jika ada kemaslahatan besar.
4. Dalil dan Contoh dari Nabi Muhammad ﷺ
Nabi ﷺ pernah berinteraksi, membeli, dan memakai barang dari orang Yahudi. Bahkan beliau pernah meninggalkan baju besi sebagai jaminan kepada orang Yahudi (HR. Al-Bukhari). Ini menunjukkan tidak ada larangan mutlak berinteraksi ekonomi dengan non-Muslim, selama tidak ada unsur keharaman.
5. Sikap yang Seimbang
Tidak fanatik menolak semua produk luar negeri tanpa alasan syar’i. Tidak pula bersikap taklid buta tanpa peduli halal-haram. Umat Islam tetap mandiri, selektif, dan cerdas dalam memilih produk, serta mendukung produk Muslim jika kualitas dan maslahatnya sebanding atau lebih baik.
Kesimpulan
Hukum menggunakan produk atau makanan dari negara non-Muslim adalah boleh, selama tidak mengandung unsur yang diharamkan dalam Islam.
Namun, jika ada unsur keharaman, atau produk tersebut digunakan untuk menzalimi umat Islam, maka menghindarinya bisa menjadi wajib.