Menjawab Keraguan Terhadap Kenabian Muhammad ﷺ dan Konsep Dasar Islam

3duniaindigo.com

1. Mengapa Nabi Muhammad ﷺ tidak dinubuatkan secara jelas dalam kitab sebelumnya seperti Yesus di Perjanjian Lama?

Saya jawab:

Islam menegaskan bahwa Nabi Muhammad ﷺ MEMANG telah dinubuatkan dalam kitab-kitab terdahulu, namun dengan bahasa simbolik dan istilah yang mengalami perubahan atau penghapusan oleh tangan manusia. Al-Qur’an menyatakan hal ini dengan jelas:

“Orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi, yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka…”

(QS. Al-A’raf: 157)

Kata “ummi” artinya adalah Nabi Muhammad ﷺ yang tidak bisa membaca-tulis, tapi ia disebutkan dalam kitab-kitab sebelumnya, termasuk Taurat dan Injil.

Dalam Taurat (Perjanjian Lama):

“Aku akan membangkitkan seorang nabi bagi mereka dari antara saudara-saudara mereka, seperti engkau (Musa); Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya.”

(Ulangan 18:18)

“Dari antara saudara-saudara mereka” → bukan dari keturunan Bani Israel (Yahudi), tapi dari saudara mereka: keturunan Ismail, yaitu bangsa Arab. Nabi Muhammad ﷺ adalah keturunan Ismail.

Bahkan Yesus sendiri berkata:

“Aku akan meminta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain (Parakletos), supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya”

(Yohanes 14:16)

Dalam bahasa Yunani: Parakletos (penghibur/pembela) – secara tafsiran spiritual dan historis, ini banyak dikaitkan oleh ulama dan ilmuwan Muslim dengan nubuat tentang Muhammad ﷺ.

2. “Mengapa Nabi Muhammad ﷺ tidak memiliki mukjizat kekal seperti Musa atau Yesus?”

Saya jawab:

Mukjizat Nabi Muhammad ﷺ adalah Al-Qur’an – dan itulah mukjizat paling kekal yang bisa diuji oleh akal dan ilmu pengetahuan hingga hari kiamat.

“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surat (saja) yang semisal dengan itu…”

(QS. Al-Baqarah: 23)

Tidak satu pun manusia sejak 1400 tahun lalu hingga sekarang mampu menandingi Al-Qur’an, dari segi keindahan bahasa, susunan hukum, hingga isyarat ilmiahnya.

Mukjizat lainnya:

Air memancar dari jari-jari Nabi (HR. Bukhari 3576) Bulan terbelah (QS. Al-Qamar: 1 dan HR. Bukhari 3637) Makanan sedikit mencukupi banyak orang (HR. Muslim 2039) Doa-doanya mustajab secara instan

Namun, yang kekal memang Al-Qur’an – karena umat akhir zaman lebih rasional dan menuntut pembuktian ilmiah, bukan sekadar fenomena supranatural.

Bulan terbelah

3. Mengapa Islam tidak menjanjikan keselamatan pasti seperti Kristen?

Saya jawab:

Islam tidak menjanjikan surga secara instan, karena Islam menghargai pilihan bebas (free will) dan tanggung jawab manusia. Justru ini bentuk keadilan dan kasih sayang Allah, bukan kelemahan.

“Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasannya).”

(QS. Az-Zalzalah: 7)

Setiap manusia diberi kesempatan, pilihan, dan pengampunan jika bertobat, tidak harus mati syahid.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.”

(QS. An-Nisa: 48)

Nabi bersabda:

“Siapa yang meninggal dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun, pasti masuk surga.”

(HR. Bukhari & Muslim)

Islam mengajarkan harapan, tetapi tidak menjadikan manusia sembrono dalam dosa seperti konsep “once saved always saved” dalam beberapa aliran Kristen.

4. “Mengapa Allah menunggu hingga Muhammad untuk menyampaikan wahyu terakhir?”

Saya jawab:

Allah mengutus Nabi Muhammad ﷺ sebagai penutup, bukan sebagai rencana darurat karena kegagalan. Justru, ia adalah penyempurna:

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam sebagai agamamu.”

(QS. Al-Ma’idah: 3)

Ini bukan “penundaan”, tapi rencana berurutan dan progresif:

Syariat Adam → Nuh → Ibrahim → Musa → Isa → Muhammad ﷺ Seperti sistem pendidikan: TK → SD → SMP → SMA → Universitas

Dan Al-Qur’an juga menjelaskan kitab-kitab sebelumnya telah disimpangkan:

“Maka kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu mengatakan: ‘Ini dari Allah’…”

(QS. Al-Baqarah: 79)

5. “Mengapa Islam melarang menyebut Allah sebagai ‘Bapa’?”

Saya jawab:

Karena dalam Islam, kata “Bapa” bisa disalahartikan sebagai hubungan biologis atau trinitas, yang mengarah ke syirik (menyekutukan Tuhan).

“Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan.”

(QS. Al-Ikhlas: 1-3)

Namun, kasih sayang Allah tetap nyata, bahkan disebut dalam hadits:

“Sesungguhnya Allah lebih penyayang kepada hamba-Nya daripada seorang ibu kepada bayinya.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

Dan:

“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”

(QS. Qaf: 16)

Jadi, kedekatan dan cinta Allah tidak butuh penyebutan sebagai “Bapa” karena Allah Maha Suci dari segala bentuk penyerupaan dengan makhluk-Nya.

Kesimpulan

Saya jawab bahwa semua pertanyaan di atas sudah dijelaskan dan ditetapkan dalam Islam dengan dalil yang kuat, logis, dan spiritual.

Islam tidak hadir untuk menyaingi agama sebelumnya, tetapi menyempurnakannya.

Islam bukan agama baru, tapi reformasi tauhid yang dikotori manusia.

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.”

(QS. Ali Imran: 19)

Scroll to Top